“PERBAIKI
DARI YANG MUDA”
Bagaikan menegakkan benang basah. Ungkapan ini
tepat untuk pembangunan moral saat ini. Dikala korupsi sudah menggurita. Penyimpangan
dan penyalahgunaan wewenang dianggap biasa. Banyak kasus sosial
yang memperlihatkan kebobrokan bangsa. Dari kakek memperkosa anak balita,
korban miras oplosan, sampai PSK berseragam, seolah-olah hal ini hanya fenomena
biasa. Pemerintah yang harusnya tanggap atas kemerosotan moral bangsa malah
bungkam dan menyumbat telinganya rapat-rapat. Sedangkan untuk memperbaiki
moralitas yang semakin hari semakin merosot membutuhkan kerjasama yang baik
antara pemerintah dan masyarakat. Dalam hal ini mustahil menciptakan kerja sama
yang baik. Sedangkan para petinggi negara dengan bangganya mencekik rakyatnya
sendiri, tanpa perduli akan jeritan-jeritan yang semakin hari semakin keras. Hanya
demi harta dan memperkaya diri ia rela menjilat ludahnya sendiri, yang tak lama
ia ikrarkan saat pemilu.
Maka tak salah
jika pemuda bangsa ini lebih memilih jalur negatif dari pada jalur positif, maka
tak salah jika kerap kali mereka membakar ban bekas didepan kantor-kantor
pemerintah, sampai berani meneror pemerintahan. Hal itu adalah peluru balik
yang mereka tembakkan karena pendapat-pendapat rakyat yang tak dianggap,
masalah yang tak diselesaikan, dan korupsi yang tak hentinya. Maka bukan hal
yang mustahil pula jika kelak mereka akan menjadi seorang koruptor ditengah
krisis moral yang akut ini. Karena tak elaknya seorang guru tingkah polah
pemerintah adalah teladan bagi rakyatnya. Untuk mengantisipasi terjadinya hal ini bapak Thariq
Mahmud selaku Ketua Umum Gerakan Pendidikan Anti Korupsi berinisiatif untuk
memasukkan kurikulum anti korupsi dalam jenjang pendidikan SD sampai SMA. Hal
inilah yang harus mendapat dukungan penuh. Karena akan percumah langkah dari
KPK jika pemuda sebagai calon pemimpin tidak mendapat stimulasi moral anti
korupsi. Hal ini dapat menjadi pondasi yang kuat jika diterapkan pada
calon-calon pemegang tanggung jawab negara, jadi bukan hanya kemampuan
intelektual yang diutamakan tetapi juga kemampuan spiritual dan moral.
Inilah salah satu
jembatan untuk mendobrak krisis moral pada generasi muda. Untuk terciptanya
generasi yang sehat dari korupsi dan nepotisme. Karena jika tidak segera di
tindaklanjuti maka generasi muda akan ikut terjerumus dalam jurang korupsi. Seperti pada data yang
saya dapat dari
Indek Persepsi Korupsi (IPK) data tahun 2009 menunjukan bahwa Indonesia berada
pada papan bawah dengan dengan Indek Persepsi Korupsi (IPK) 2,8. Skala IPK
mulai dari 1 sampai 10, semakin besar nilai IPK suatu negara maka semakin
bersih negara tersebut dari tindakan korupsi. Dari data yang diperoleh dari
Transparency International Corruption Perception Index 2009 tersebut, IPK
Indonesia sama dengan negara lainnya pada urutan 111. Di Jawa Timur saja
Jaringan Kerja Antikorupsi (JKAK) Jawa Timur mencatat, nilai kerugian akibat
korupsi per 30 November di Jawa Timur mencapai Rp 1,1 triliun. Sedang kasus
korupsi yang terjadi mencapai 112 kasus menyebar di 28 kabupaten/kota. Hal ini
menunjukkan bahwa negara kita adalah salah satu gudang korupsi.
Maka dari itu tanggung jawab kita
juga sebagai generasi muda untuk membentengi diri dari korupsi. Membiasakan
diri untuk tidak berbuat curang adalah salah satu cara menghindari korupsi.
Karena korupsi juga salah satu bentuk kecurangan, hanya saja bersekala besar. Sebenarnya
kebanyakan curang itu berasal dari rasa malu, contoh saja mencontek, karena
kita malu kalau-kalau nilai kita jelek, secara otomatis kita akan memilih jalan
pintas untuk mengatasi rasa malu tersebut. Padahal dengan jalan kecurangan itu
bisa membuat rasa malu yang lebih besar. Pikir saja jikalau orang tua kita tahu
hasil rapot kita dari hasil contekan bisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.
Pada kesimpulannya curang bukan menolong malah memperparah masalah kita.
Hal
ini dikarenakan relatif orang tidak berfikir panjang tentang apa yang dia
perbuat. Seperti contoh diatas, kita hanya berfikir penyelesaian satu masalah
dan tidak berfikir tentang masalah yang timbul berikutnya. Kalau begitu jika
kita berfikir tentang masalah berikutnya maka kita bebas berbuat curang? Oh
tidak, karena setelah masalah selanjutnya selesai akan ada masalah lagi yang
menunggu untuk diselesaikan dan begitu pun seterusnya. Bukti otentik seorang
koruptor akan mendapat masalah hingga akhir hayatnya, dari hukuman sampai
cemoohan dari masyarakat, namanya akan kotor dan malu di tanggung hingga anak
cucunya. Jika sudah begitu apa yang bisa dilakukan, malu yang mulanya kecil
menjadi besar yang harus dipikul hingga mati. Dengan begitu masih beranikah
kita berbuat curang? Jika kita normal pasti kita berkata “TIDAK”. Pada topiknya
kita harus berfikir kritis dalam memecahkan masalah ataupun melakukan sesuatu.
Kecenderungan
seseorang yang mengambil jalan pintas membuat banyaknya masalah yang dihadapi
menjadi berkepanjangan. Tidak hanya itu pikiran pendek seorang anak pasti akan
meniru apa yang dilakukan orang tuanya, demikian juga pada generasi muda. Jika
mereka kritis maka mereka akan mengingatkan kesalahan orang tuanya. Tetapi,
jika tidak yang dilakukan pasti akan meniru dan mengikutinya. Dan pemerintah
adalah contoh bagi rakyatnya, jika pemerintah curang, itu juga yang akan
terjadi. Bayangkan jika masyarakat mencontoh pemerintah yang curang, apa yang akan
terjadi? Itu seperti bom bunuhdiri yang menghancurkan bangsa sendiri. Maka itulah
pentingnya berfikir kritis. Tapi, untuk mencetak yang demikian tidaklah mudah.
Contoh kasus
seorang bapak menyodorkan kepada seorang polisi sejumlah uang agar tidak
ditilang, polisi itu pun melepaskan bapak itu. Jika bapak itu kita tanya
mengapa berbuat demikian, pasti dia akan menjawab “polisinya saja mahu kenapa
saya tidak”. Sekuat apapun kita mengingatkan jika hal itu sudah membudaya maka
akan sulit menghilangkannya. Berlaku pula pada pemikiran, jika pemikiran itu
sudah mendarah daging maka akan sulit pula menghilangkannya. Nah maka dari itu,
salah satu cara meluruskan cara fikir para pemuda adalah dengan pendidikan anti
korupsi. Dengan pemikiran awal setiap orang pasti berfikir tentang pemecahan
masalah lain yang jauh dari kecurangan. Karena kita faham bahwa curang menambah
masalah yang lebih besar, jadi kemungkinan besar kita akan memilih jalan lain
yang sehat. Ibarat bayi yang diberi cabe, ia akan menolak jika tahu rasa cabe
itu pedas.
Dengan menanamkan pemikiran demikian
setiap orang akan takut untuk melakukan kecurangan. Meski mustahil membuat
orang jujur sejujur-jujurnya tapi dengan adanya pendidikan anti korupsi saya
yakin bisa meminimalisir tingkat kecurangan khususnya korupsi di Indonesia. Apa
lagi jika dimasukkan dalam kurikulum, karena lebih mudah menanamkan pemikiran
pada usia sekolah dari pada orang tua yang cenderung merasa paling benar.
Walaupun demikian KPK selaku pemberantas korupsi juga harus memberikan vitamin
moral dan kerohanian pada para pemegang pemerintahan, lewat sosialisasi dan pengarahan
layaknya generasi muda. Meskipun mereka cukup umur dan dalam kategori dewasa
layaknya tanaman jika tidak dipupuk, disiram dan disiangi maka tanaman tersebut
akan layu dan di tumbuhi rumput liar.
Yang demikian juga mendukung pemuda dalam pendidikan anti korupsi. Kerena jika
pemerintahan bisa jujur tanpa unsur curang apa lagi korupsi maka, akan
menciptakan generasi yang taat peraturan. Entah itu peraturan sekolah maupun
peraturan negara.
Tapi jika memang itu yang dinanti
mestinya kita bertindak, tidak hanya protes lewat tulisan dan omong kosong
saja. Karena jika di lihat di sekitar kita, pemuda yang siap membangun bangsa
tidak lebih dari 50%. Pemuda sekarang lebih suka pacaran, nongkrong ataupun
ngenet sambil facebookan daripada aktif dalam organisasi dan pembangunan
masyarakat. Seperti pada saat saya mewawancarai seorang pengurus desa saya
bertanya “bagaimana keadaan karangtaruna di desa ini?” apa yang bapak itu jawab
“baik, masih hidup kok?” Itu saja sudah mencerminkan bentuk kecurangan.
Mengapa? Karena setelah saya survei ternyata karangtaruna di desa itu bisa
dikatakan tidak aktif. Pengurusnya kebanyakan sudah berkeluarga, dan salah satu
penyebabnya adalah kurangnya kader muda penerus bangsa. Padahal jika dilihat
jumlah pemuda di desa itu cukup mendominasi. Terlihat jelas pengurus desa tadi
berkelit dari kenyataan, apapun alasannya hal itu merupakan perilaku yang tidak
seharusnya dilakukan. Ini juga salah satu dampak sosial korupsi, dimana
menutup-nutupi kesalahan menjadi sah dan dihalalkan. Setiap ditanya mengapa
jawabnya “Bagai mana pemerintah kelas teri bisa jujur jika yang kakap saja
makan uang rakyat”. Jika yang duduk di kursi kekuasaan saja korupsi, jangan
salahkan Gayus jika ke luar negeri saat ditahan polisi.
Dari kasus-kasus diatas
ternyata banyak yang perlu dibenahi dari negeri kita ini. Dan semua sumber
masalahnya adalah pemuda kita, yang mungkin saja masih tidur dan memendam mimpi
dan cita-citanya. Jadi apa yang harus kita lakukan? Jawabannya adalah bangun
wujudkan mimpi dan cita-cita kita. Maka sekarang bangun, wujudkan pemuda anti
korupsi, hidupkan budi pekerti dan moral bangsa, majukan Indonesia. Pasang anti
virus kalian jangan sampai virus pembodohan menggerogoti bangsa kita, karena
itu yang memicu permusuhan dan keterpurukan bangsa. Semoga kata tak sekedar
angan impian, tapi kata yang nyata terwujud dan berbuah bangga.